Media Berbagi Ilmu

Selamat datang di blogg Media Berbagi Ilmu.

Jumat, 14 Oktober 2011

Kisah Nyata - Nenek Penjual Gorengan


AKU TAK PERNAH MENYERAH
   Dari hasil yang kecil hingga bisa mencukupi

“Di mulai dari hasil yang kecil, tapi ketika kita yakin dan sabar menekuninya semua dapat memberikan hasil yang baik.”
Ibu Henis (70), telah  menjadi seorang pedagang gorengan di depan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tajur di kawasan Parung, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor sejak dua puluh tahun yang lalu. Hidupnya yang sudah sendirian sejak ditinggalkan oleh sang suami serta ibunya membuat ia harus berusaha lebih keras untuk membiayai kehidupan dan anak-anaknya yang berjumlah lima orang.
Ibu Heni mempunyai enam orang kakak dan satu orang adik, akan tetapi semua kakaknya itu telah meninggal dunia sejak mereka masih kecil. Ia pun tidak pernah tahu paras wajah ke enam kakaknya karena ketika mereka meninggal, saat itu umur Ibu Heni masih sangat muda. Bahkan, ayahnya yang juga telah meninggal sejak ia kecil, membuat ia tidak pernah tahu rupa dari ayahnya itu.
Ditemui di tempat berjualannya di saung mungil depan SDN Tajur, Parung-Bogor, ia menceritakan semua kisahnya sejak ia mulai ditinggal oleh sang suami dan harus menafkahi semua kehidupan dan pendidikan anak-anaknya sejak dua puluh tahun lalu.
Dua puluh tahun sudah ia berjualan dan dua puluh tahun sudah ia menafkahi kehidupan keluarganya sendirian. Pendapatannya yang tidak seberapa dari hasil ia berjualan gorengan tidak membuat ia gentar untuk melakoni hidup. Alhasil, ia berhasil membiayai pendidikan anaknya mulai dari SD, SMP, juga SMK. Bahkan Hendro, anaknya yang paling tua telah berhasil sampai melanjutkan pendidikannya hingga ke bangku kuliah. “Saya sangat ingin melihat anak-anak saya berhasil, walaupun saya hanya seorang penjual gorengan dengan penghasilan yang pas-pasan, namun saya selalu menomor satukan pendidikan anak-anak saya. Kebetulan Hendro, anak saya yang paling tua, memiliki semangat yang besar dalam menjalani kehidupan kami  dengan keadaan yang serba pas-pasan," tutur Heni.
 "Ketika ia sekolah, ia mencari kerja sambilan dengan cara menjadi kuli. Berbagai pekerjaan berat pernah ia lakoni, antara lain menjadi cleaning service, tukang cuci mobil, hingga mengamen. Semua itu dia lakoni sendiri tanpa saya paksakan. Ia menjalaninya sendiri dengan ikhlas. Alhasil, kini ia telah berhasil bekerja sebagai karyawan swasta dan juga telah  mengajar di daerah Bekasi-Jawa Barat,” tambahnya.
Anaknya yang juga sukses adalah anak laki-laki kedua bernama Muhamad Slamet yang menggeluti usaha Bidingan (sejenis kerajinan tangan merajut mute pada kerudung). Menurutnya Ibu Heni, ia memulai usaha bidingannya ketika ia mendapatkan orderan untuk membiding kerudung milik salah seorang tetangganya yang juga menggeluti usaha bidingan itu terlebih dulu ketika ia masih duduk di sekolah dasar. Ia mulai berfikir untuk mengembangkan usaha bidingan itu ketika ia tahu bahwa terdapat peluang besar dalam usaha tersebut.
Hingga ketika ia memulai usaha mandirinya itu, ia pun menjalaninya dengan penuh perjuangan. Walaupun pada awalnya terdapat banyak kendala, tapi semua itu tidak menyuluti niatnya untuk melanjutkan usaha bidingan tersebut. Hingga akhirnya ia berhasil memetik hasilnya.
 Kini ia sudah mempunyai rumah sendiri dan membuka usaha toko makanan dan aneka jajanan di rumahnya. Walaupun pendidikannya yang  hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja, tapi jiwa usaha serta pantang menyerah yang diajarkan oleh Ibu Henis telah mendarah daging kepada dirinya serta anak-anaknya yang lain.
Anaknya yang lain yang telah hidup mandiri yaitu Ade Endang, ia merupakan anak ketiga. setelah ia lulus dari sekolah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yapia tahun 2002, ia memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya, namun ia ingin langsung bekerja karena melihat faktor ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan. kini ia bekerja sebagai security di salah satu perusahaan di Bogor-Jawa Barat. Sedangkan dua anak perempuannya yang lain masing-masing telah berumah tangga dan hidup bersama suaminya masing-masing.
Ibu Heni pernah menjadi seorang pembantu rumah tangga pada  1988, tapi karena faktor umur yang semakin tua, kemudian ia mulai berjualan gorengan dengan hasil dan modal yang serba pas-pasan.”Dulu ketika awal berjualan penghasilan sehari-hari saya Rp10.000 sampai Rp15.000/harinya. Tapi alhamdulillah, kini penghasilan sehari-hari saya mencapai Rp70.000/hari. Walaupun terkadang kurang, namun penghasilan yang sekarang ini sudah sangat saya syukuri hasilnya,” ujarnya.
Menurut pengakuannya, pahit manis kehidupannya sudah ia rasakan sejak ia mulai ditinggal semua anggota keluarga yang ia cintai. Dulu ibunya juga berprofesi sebagai penjual makanan di kawasan asli tempat tinggalnya di Bekasi. Dulu mereka semua tinggal di sana, bersama dengan ayah dan saudara-saudaranya. Namun, ketika Ibu Heni bertemu dengan sang suami, akhirnya ia pun ikut tinggal bersamanya di Kampung Tajur, Parung-Bogor.
Dimulai pada 1990 berjualan, sedikit demi sedikit ia  mengumpulkan uang hasil berjualan dan hasil kerjanya sebagai pembantu rumah tangga untuk membangun rumah. “Karena rumah saya hanya terbuat dari bilik bambu, jadi sejak awal berjualan saya terus mengumpulkan uang untuk membangun rumah impian dan membeli tanah, walaupun sedikit demi sedikit, tapi saya tidak pernah menyerah untuk mewujudkan impian saya, saya tidak menabung uang saya di bank ataupun kartu  tabungan, tapi saya menabungkan uang saya itu dengan cara membeli batu bata untuk bahan bangunan rumah di satu matrial dekat rumah saya. walaupun sedikit demi sedikit, namun saya yakin dapat mengumpulkannya hingga cukup untuk membangun," terangnya. 
"Alhasil pada 2006 saya berhasil mengumpulkan batu bata sebanyak dua ribu batang di matrial itu. Sejak saat itu saya mulai memikirkan bagaimana untuk memulai pembangunan. Namun, rejeki memang tidak pernah ke mana, ketika saya ingin mulai membangun rumah saya, tiba-tiba saja lurah setempat mendatangi saya dan memberi saya bantuan secara cuma-cuma. Saya masih ingat, pada waktu  itu Beliau memberikan saya semen sebanyak satu mobil pick up serta pasir hingga saya begitu tidak menyangka dengan semua yang saya dapatkan waktu itu. Alhasil, kini saya dapat merasakan rumah baru saya walaupun  sangat sederhana,” tutup Heni saat diwawancara seputar kehidupannya.
Oleh: Faisal Abduh Habibullah
Ini kisah nyata, hasil wawancaraku dengan seorang nenek penjual gorengan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentarmu di sini ^^