Makna Sumpah
Pemuda yang Memudar
Oleh:
Faisal Abduh
Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa
sejarah yang penting bagi Bangsa Indonesia. Pada saat itu, rumusan Sumpah Pemuda
akhirnya terbentuk dari hasil Kongres Pemuda kedua yang berasal dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI) yang diselenggarakan pada
28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop, Jakarta. Sejak saat itu, Indonesia
yang terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, dan budaya, diikat dalam satu
peristiwa yang kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda yang tercipta sebagai
bentuk perlawanan dan keberhasilan pemuda-pemudi Indonesia dalam melawan Kolonial
Belanda.
Namun, bagaimanakah makna Sumpah Pemuda bagi
para pemuda-pemudi Indonesia di era seperti saat ini? Apakah Sumpah Pemuda hanya
dikenal sebagai peristiwa sejarah yang cukup diperingati setiap satu kali dalam
setahun melalui upacara saja, tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara? Tentu hal ini perlu dijadikan perhatian dan
kesadaran bagi kita sebagai kaum penerus bangsa ini.
Sumpah Pemuda memang seharusnya bisa menjadi
salah satu cara yang berperan penting dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme.
Sebagai salah satu peristiwa sejarah yang penting, peringatan Sumpah Pemuda pun
selalu dilakukan setiap 28 Oktober setiap tahunnya sehingga kesadaran
masyarakat akan peristiwa itu bisa terus diwujudkan. Karena apabila melihat
keadaan pemuda masa kini, seperti keprihatinan tersendiri bagi kita.
Jika dihitung dari hasil wawancara terhadap 10
orang pemuda-pemudi yang diberikan pertanyaan seputar lahirnya Hari Sumpah
Pemuda, mungkin hanya beberapa orang saja yang bisa menjawabnya. Keadaan ini
tentu menjadi keprihatinan bagi kita, entah ini merupakan dampak era reformasi
dan globalisasi yang menyebabkan pemuda-pemudi Indonesia semakin terpengaruh
dengan budaya-budaya luar, atau memang kurangnya perhatian pemerintah terhadap
peristiwa-peristiwa sejarah bangsa yang seharusnya dijaga dan dijadikan sebagai
pelajaran berharga yang patut dijadikan pedoman oleh semua masyarakat
Indonesia. Yang jelas, masuknya budaya luar ke dalam paradigma pemuda-pemudi
Indonesia, tentu tidak hanya memberikan dampak positif saja, melainkan bisa
menimbulkan dampak negatif yang akhirnya membuat mereka lupa terhadap jati
dirinya sebagai warga Indonesia.
Pola pemikiran, gaya berbusana, pemakaian
bahasa, hingga pola perilaku masyarakat masa kini juga cenderung lebih
berkiblat kepada dunia Barat. Kegiatan-kegiatan yang bernuansa kebudayaan
bangsa sendiri, malah lebih banyak diabaikan begitu saja. Padahal, itu semua
merupakan jati diri bangsa yang seharusnya bisa dijaga dan dipelihara.
Partisispasi dari pemerintahan tentu sangat dibutuhkan dalam menciptakan
karakter pemuda-pemudi bangsa ini. Karena, begitu banyak faktor yang membuat
mereka lupa akan peristiwa lahirnya Bumi Pertiwi. Budaya yang sedang trend atau budaya modern rupanya lebih
cepat menjalar kedalam jiwa pemuda-pemudi ketimbang budaya bangsa sendiri,
sehingga mereka dengan mudah mengabaikan Nilai-Nilai Pancasila sebagai pedoman
berbangsa dan bernegara.
Lalu, jika sudah seperti ini, apa yang harus
dilakukan untuk mengembalikan makna yang sebenanrnya dari Sumpah Pemuda itu?
Makna Sumpah Pemuda bagi pemuda-pemudi
Indonesia saat ini rupanya memang semakin memprihatinkan saja. Jika kita lihat,
belakangan ini semakin banyak peristiwa yang berpotensi menimbulkan perpecahan,
baik di kalangan pelajar, orang-orang muda, maupun masyarakat. Dan, mirisnya
lagi, peristiwa itu sering terjadi secara berulang-ulang tanpa adanya langkah
antisipatif dari pemerintah atau instansi terkait. Malahan, segelintir tindakan
pemerintah dianggap bisa menumbuhkan sikap arogansi terhadap generasi penerus
ini. Pemerintahan yang korup seperti ilmu yang siap untuk diwariskan kepada
generasi penerus bangsa ini.
Banyak hal yang sebetulnya perlu dan wajib
untuk menciptakan pemuda-pemudi generasi penerus bangsa yang baik, bermutu, dan
berkualitas. Peran lembaga pendidikan misalnya, dipercayai penuh sebagai
lembaga pembentuk karakter pelajar maupun mahasiswa. Lembaga pendidikan
harusnya mampu menciptakan generasi yang bisa dihandalkan, bukan malah menjadi
tempat pembentuk jiwa otoriter. Tauran sekolah misalnya, begitu sering terjadi
bahkan seperti sebuah tradisi turun-temurun bagi sejumlah sekolah di Indonesia.
Dalam hal ini, peran sekolah sebagai lembaga pembimbing tentu sangatlah
dibutuhkan, baik dalam tindakan sosialisasi hingga pencegahan.
Contoh lain lagi misalnya perselisihan antar
kelompok pemuda yang mempersoalkan masalah sepele yang berakhir dengan perselisihan.
Lebih kompleks lagi misalnya, kita singgung tentang bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan yang kian terbelakang dengan masuknya pengaruh budaya luar
dalam pergaulan, baik di kalangan pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat. Pengawasan
penuh dari para orang tua terhadap anak-anaknya juga sangat dibutuhkan. Pergaulan
yang semakin bebas, dicampur dengan pengaruh-pengaruh Budaya Barat
dikhawatirkan semakin memudarkan semangat nasionalisme pemuda-pemudi terhadap
bangsa ini. Budaya-budaya bangsa sebagai warisan dari para pendahulu juga
sebaiknya bisa diwariskan kepada generasi penerus bangsa ini melalui beragam
kegiatan. Sosialisasi dan kegiatan yang lebih mengkedepankan sikap cinta tanah
air seharusnya menjadi kegiatan yang wajib untuk diikuti dan dipelajari sebagai
metode menciptakan semangat nasionalisme itu.
Hal lain yang turut mempengaruhi memudarnya
semangat nasionalisme ialah perkembangan teknologi dan komunikasi. Perkembangan
kedua hal ini juga perlu diimbangi dengan menanamkan asas manfaat yang baik dan
benar dalam penggunaannya. Karena, perkembangan kedua ilmu sebagai dampak
globalisasi tersebut dianggap juga sebagai salah satu penyebab pudarnya
kebiasaan-kebiasaan yang berciri khas ke-Indonesiaan. Banyak hal yang
sebetulnya perlu mendapatkan perhatian agar semangat nasionalisme dan
patriotisme itu tertanam di benak masyarakat, jangan sampai Bahasa Indonesia yang
seharusnya dijadikan sebagai identitas diri, malahan terbelakang karena
pengaruh globalisasi.
Sepertinya, hanya beberapa pemuda-pemudi saja yang
memang mengerti akan makna yang sebenarnya dari Sumpah Pemuda, terlebih di
jaman seperti sekarang ini yang sudah digandrungi oleh pengaruh kemajuan jaman,
baik teknologi maupun komunikasi. Sepertinya, sangat sedikit sekali yang
mendalami makna dari Sumpah Pemuda. Malahan, pemuda-pemudi sekarang cenderung
tidak bisa mengendalikan dirinya, mereka semakin terbawa oleh arus perkembangan
jaman serta pergaulan yang modern.
Namun, walaupun begitu, tetap masih ada yang mengerti makna yang
sebenarnya dari janji suci itu (Sumpah Pemuda), yang mereka terapkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya, yang memang bangga telah berbangsa
dan bertanah air Indonesia dengan berhasil meraih prestasi bahkan menciptakan
hal-hal baru yang bisa bermanfaat bagi masa depan negeri ini. Malahan, kini
semakin besar pula persaingan antara pemuda-pemudi Indonesia yang ingin mengharumkan
nama bangsanya di mata dunia. Hal inilah yang seharusnya kita contoh sebagai
pemuda-pemudi penerus bangsa ini, dan memang sudah seharusnya kita bangga dan cinta
terhadap Bumi Pertiwi, bangga dengan kebudayaan Indonesia.
Kalimat yang diucapkan oleh pemuda-pemudi
Indonesia secara serentak pada 28 Oktober 1928 yang mengatakan bahwa pertama,
“kami putera-puteri Indonesia yang mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia. Kedua, kami putera-puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia. Dan ketiga, kami
putera-puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, jangan
sampai hanya peristiwa sejarah yang minim makna tanpa menjadikannya sebagai pedoman
berbangsa dan bernegara. Karena, Sumpah Pemuda yang dibentuk setelah perjuangan
panjang para pemuda dan mahasiswa kita dahulu itu, penuh dengan perjuangan
panjang dari para pahlawan. Dengan ikrar itu, seharusnya pemuda-pemudi bangsa
ini semakin semangat menjadi generasi penerus bangsa demi membangun bangsa yang
lebih baik, bersatu dan saling bahu-membahu dengan berpegang teguh kepada
nilai-nilai persaudaraan.
Dengan banyaknya suku, bahasa, agama, dan
budaya Indonesia, seharusnya sikap toleransi juga dipegang teguh demi
memperkuat pertahanan dan persatuan. Tak lupa, sikap nasionalisme serta jiwa
berwawasan yang luas juga harus dijadikan sebagai acuan dalam berbangsa dan
bernegara.
Satu demi satu kalimat Sumpah Pemuda itu sebaiknya
bisa kita hayati dengan baik lagi, untuk melupakan primordialisme tentang
keragaman bangsa seperti suku, ras, agama, dan budaya. Justru dengan keragaman
itu, seharusnya menjadikan kita bangga akan kekayaan bangsa kita, bukan malah
saling berbenturan karena konflik kepentingan, merasa paling unggul atau merasa
dirinya pemimpin. Doktrin sekelompok orang yang merasa dirinya unggul, justru
harus dihilangkan dengan lebih mengkedepankan toleransi antar sesama.
Kini, 83 tahun sudah hari lahirnya Sumpah Pemuda
diperingati, namun apakah makna Sumpah Pemuda akan tetap sama seperti
tahun-tahun sebelumnya yang hanya berupa seremonial belaka?
Menjelang hari peringatan Sumpah Pemuda yang
ke-83 ini, pemuda-pemudi negeri ini diharapkan lebih bisa mengaplikasikan maknanya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, membentuk pola pikir luas, serta diimbangi
dengan tanggung jawab dan cinta tanah air. Peringatan Hari Sumpah Pemuda
diharapkan mampu menghapus paradigma Budaya Barat agar menciptakan pemuda-pemudi
yang bangga terhadap bangsa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri komentarmu di sini ^^