Media Berbagi Ilmu

Selamat datang di blogg Media Berbagi Ilmu.

Jumat, 14 Oktober 2011

Cerpen - ULAH SI RAJA TIDUR


“kriiing..!” “kriiing..!”
Alarm kamarku menyapa pagi itu. Fajar di ufuk timur menyambutku dari celah-celah jendela kamarku. Indah rasanya bias menatap cahaya bulat kemerahan dari kamarku. Tapi, Lihat! Bantal guling dan komik yang ku baca semalam, sudah berserakan dimana-mana. Aku memang paling malas membereskan tempat tidur, sampai Ibuku pun menyebut kamarku “Gudang”.
Alarm kamarku memang setia membangunkan ku setiap pagi, walaupun kadang-kadang aku sering bandel untuk bangun, tapi alarm kamarku tak pernah marah padaku, malah ia semakin rewel dan rewel saja kalau aku tak lekas bangun!
“hihihi..!” “Jelaslah begitu, jam wėker yang aku beli di pasar kaget seharga lima ribu lima ratus lima puluh lima rupiah itu, selalu aku putar jarum merahnya ke angka enam lebih lima belas menit, waktu dimana aku harus ekstra berusaha bangun sekuat tenagaku.” “Hmm, lebay sekali aku ini, bangun tidur saja harus menggunakan tenaga yang sangat besar!”
“huh, dasar lebay!”
“Ssstt..”
“Tapi… hati-hati!” “kalau aku tak juga bangun, bersiaplah aku untuk menyapa ibu yang siap membangunkanku dengan bunyi perabotan dapurnya yang ia pukul-pukul di samping telingaku hingga kupingku pengang! seperti bunyi peperangan paregreg saja!”
“Trang! Treng! Trong!” “Bisa mati aku!”

“Aku memang paling susah untuk yang namanya bangun pagi. Jangankan jam wėker, bunyi perang paregreg disamping telingaku saja, aku jarang sekali terbangun!”
“Tapi.. ada untungnya juga kok aku susah bangun! Ayah, ibu, dan si bawel nunu, adikku yang paling kecil, jadi tak usah lagi mengantri menungguku di depan kamar mandi ketika aku tertidur di kamar mandi itu!”
“Hehehe..”
“Aku tak pernah menyangka, kok bisa ya aku tidur dimana saja aku hinggap, huh! seperti kupu-kupu saja aku hinggap, sampai-sampai aku di juluki “Si Raja Tidur” oleh ayah, ibu, dan adik ku.”
“Yasudahlah, aku memang tukang tidur, tapi aku tak rela kalau aku di bilang si raja tidur!”
“tahu kenapa?”
“Soalnya.. ada yang jauh lebih kebluk tidurnya dariku, ‘si gandut Babahong namanya,’ satu-satunya orang yang  suka tidur di kelas waktu Ibu Guru Aci mulai menerangkan pelajaran matematikanya di white board depan kelasku.”
“Dengan segudang rumus-rumusnya yang membuat kami pusing sembilan keliling, Bu Aci terus mengeluarkan jurus-jurus jitu nya menaklukan angka-angka itu.
Fiuh..! “Bu Aci.. Bu Aci.., ‘beta sonde sudeka, masih jaman saja bėlajar matėmatika!” Si Tigor berpantun dengan gaya bataknya.
 “Tahu tidak?, Bu Aci adalah salah satu guru yang paling kami musuhi, karena.. dia selalu on time masuk ke kelas kami setiap pelajarannya.” Padahal, teman-teman dikelasku belum juga datang ketika ia (Bu Aci), mulai membuka lembaran buku paket matematikanya yang sangat tebal itu.
Biasanya bel sekolah berbunyi pada pukul 07.00 pagi, dan kami selalu datang terlambat hampir 40menit setiap harinya. Namun, hanya saat pelajaran Bu Aci saja kami bangun pagi, karena bagi siapa yang telat, Bu Aci biasanya menghukum kami dengan cara menyuruh kami untuk mengerjakan soal-soal matematikanya yang tidak pernah kami sukai itu.
“Jangankan suka, rumus perkalian dan penjumlahan pun aku tak tahu!”
“a+b=c, c+d=…..”
“Uh.. dasar Bu Aci ini, apa dia tidak tahu kalau aku sudah pintar matematika!” “Buktinya aku tahu uang seribu nol nya tiga, sepuluh ribu nol nya empat, seratus ribu nol nya lima, gampang kan..?” Emang Bu Aci saja yang tidak tahu kalau aku sudah jago ngitung.!
“Waktu seperti lama sekali berakhir, 06.50.. 06.55.. sampai pukul 07.15, murid yang datang baru beberapa orang saja, Ketika aku tanya mereka, ternyata jawaban mereka sama denganku,”
“Malas belajar pelajaran Bu Aci.” Hahaha... .
“Kami memang sedikit bandel dikelas, tercatat sudah lima orang guru keluar dari sekolah karena tingkah kelas kami yang tak ada matinya.”
 “Dimulai dari guru bahasa inggris kami yang memiliki suara kecil. Ya, sekecil sekali, kami biasa menyebutnya guru ⅓ oktaf, Habisnya.. suaranya yang memang sangat kecil nyaris tak terdengar.
“Pak Madun namanya.”  
“Teman kami, Cellin, yang suaranya paling kecil saja, kalah olehnya.”
“Kegaduhan dimulai..!”
“ketika Pak Madun masuk kelas, ia sudah mendapat surprice dari kami. Diatas pintu masuk kelas, kami menaruh ember yang berisi terigu, air, dan telur mentah. Jadi, ketika Pak Madun membuka pintunya…
“Bruaaakk…!”
“Terigu, air, dan telur itu langsung menyambutnya. Ember yang tadi pun masuk ke kepalanya.”
“hahaha…” kami sorak sorai kegelian.
“Eh, tapi kenapa Pak Madun diam saja, ya?”
“Kok, kenapa ia tidak marah, ya?”
 Ia malah tersenyum-senyum melihat ulah kami yang jahil.
“Aku dan teman-teman begitu bingung, setelah ia duduk di kursinya.. ia malah mengucapkan terima kasih kapada kami, dan ternyata... itu adalah hari ulang tahunnya!”
 “Gubraaaaaakk…!”
 “aku dan teman-temanku seakan-akan jatuh kelantai bersamaan.”
“Pantas saja ia kegirangan, ia fikir kita sedang merayakan ulang tahunnya!” Kata si Gendut Babahong.
 Ulah kami yang berniat membuatnya kapok, malah dibalas dengan terima kasih oleh Pak Madun.
“Saya tidak menyangka kalian se-antusias ini memberikan kejutan dihari ulang tahun saya, saya sangat terharu anak-anak, terima kasih sekali..?” Ucap Pak Madun.
“Kami begitu kesal saat itu juga.”
Besoknya.. kami menyiapkan strategi baru untuk kembali menjahili Pak Madun.
Ke esokan harinya…
“Kriing…!” “Kring…!”
Bel sekolah telah berbunyi, tandanya untuk masuk kelas. Sontak aku dan teman-temanku langsung masuk ke kelas, sementara itu temanku sikembar, Anda dan Andi sudah membawa perlengkapan kejahilan kami yang ia ambil dari bahan untuk adonan kue milik Emaknya. Terigu dan telur mentah.
Ucrit, tangkil, dan Siberi-beri, langsung memasang perangkat yang sama di atas pintu masuk kelas, sedangkan aku, wajan, dan satu lagi temanku yang paling jahil, Petrus, menyiapkan kejutan dikursi yang akan diduduki Pak Madun. Aku menaruhkan lem besi dikursinya.
“hehehe.. gak kebayang seperti apa jadinya nanti.”
Bayangan-bayangan kejahilan dari otak ku berterbangan, ibaratnya dari gelembung-gelembung kecil sampai berbentuk seperti awan di atas kepalaku. “Hehehe.. .”
Semua telah siap, kami langsung duduk rapi di kursi masing-masing dengan versi yang berbeda-beda, Sambil menunggu Pak Madun datang, seperti biasa kegaduhan kelas kami terdengar kemana-mana. Ada yang bermain bulu tangkis dikelas, ada yang bermain lempar kapal-kapalan kertas, ada yang baru sempat menggosok gigi dikelas, sampai yang cukur rambutpun ada dikelasku. Semua lengkap, made in kelasku, tiga social dua (3IPS2).
Kami semua memang keluarga jahil, ketika suatu hari kami sedang ngumpul di kantin sekolah, kami membuat genk yang kami beri nama “ASINAN BASI.” Ya, aneh memang, kepanjangan dari “Aliansi Anak-anak Bandel dan Berprestasi.” “Hehehehe.. .”
“Ups.. musuh datang.. musuh datang.. tiarap teman-teman!” Si Petrus member kode kepada kami.
“Tok. Tok. Tok.” Pintu kelas kami lalu diketuk.
Tiba-tiba…..
“Bruaaaakk…!”
“Jebakan kami kembali berhasil!”
Sontak kami ketawa sekeras-kerasnya. “hahaha… hahaha…
kena deh.!”
“Ett, tapi.., tunggu dulu, ternyata gurunya bukan Pak Madun!”
“Siapa ya guru ini?”
Yang anehnya lagi, ia juga bersikap sama seperti Pak Madun, tidak marah, ataupun kesal dengan ulah kami. Ia malah tersenyum lebih lebar dan mengucapkan hal yang sama dengan Pak Madun,
“Terimakasih anak-anak, kalian sudah sangat antusias menyambut kedatangan saya sebagai guru baru kalian, saya sangat berterima kasih, saya sangat terharu sekali, tidak menyangka kalian menyiapkan kejutan semeriah ini untuk saya.”
“Gubraaaakkk…!”
“Lagi-lagi kami yang merasa dijahili oleh guru baru kami, bukannya ia kapok tapi ia malah kegirangan menerima ulah jahil kami. Apalagi lem besi yang aku taruh dikursi guru, ternyata bukan lem besi, itu hanya lem kertas yang tidak membikin celana guru itu menempel.”
“Wah! Wah! Wah!” kami benar-benar geram!
Sebelumnya cara kami ini selalu berhasil membuat guru-guru baru itu kapok, tetapi kali ini mereka malah berbalik mengerjai kami.
Tiba-tiba…
“Byuuuuurrr…”
Ibu menyiramku dengan seėmber air! Sontak saja suara latahku muncul.
“Ayam sayuur..! Ayam sayuur..!” “Gue diguyur lagi…!”
Aku langsung terbangun, ternyata aku kembali tertidur dikamar mandi, ceritaku yang sedang menjahili Pak Madun dan guru baru dengan guyuran telur dan terigu itu, seakan langsung aku rasakan dari guyuran air dari ibu.
            “Wowo…..!” (Teriakan Ibu, Ayah, dan adikku Nunu serentak)
“Kebiasaan sekali kamu tidur dikamar mandi!”
“Lihat! Jam berapa ini?” “Cepat bangun..!”
“Sekarang sudah pukul 07.15! Kau kesiangan lagi..!”
“waaaaaa….. gaswaaat…..!” Aku panik!

Faisal A. Habibullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentarmu di sini ^^