Media Berbagi Ilmu

Selamat datang di blogg Media Berbagi Ilmu.

Jumat, 04 November 2011

Makna Sumpah Pemuda yang Memudar


Makna Sumpah Pemuda yang Memudar
Oleh: Faisal Abduh
Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa sejarah yang penting bagi Bangsa Indonesia. Pada saat itu, rumusan Sumpah Pemuda akhirnya terbentuk dari hasil Kongres Pemuda kedua yang  berasal dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang diselenggarakan pada  28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop, Jakarta. Sejak saat itu, Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, bahasa, dan budaya, diikat dalam satu peristiwa yang kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda yang tercipta sebagai bentuk perlawanan dan keberhasilan pemuda-pemudi Indonesia dalam melawan Kolonial Belanda.
Namun, bagaimanakah makna Sumpah Pemuda bagi para pemuda-pemudi Indonesia di era seperti saat ini? Apakah Sumpah Pemuda hanya dikenal sebagai peristiwa sejarah yang cukup diperingati setiap satu kali dalam setahun melalui upacara saja, tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Tentu hal ini perlu dijadikan perhatian dan kesadaran bagi kita sebagai kaum penerus bangsa ini.
Sumpah Pemuda memang seharusnya bisa menjadi salah satu cara yang berperan penting dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme. Sebagai salah satu peristiwa sejarah yang penting, peringatan Sumpah Pemuda pun selalu dilakukan setiap 28 Oktober setiap tahunnya sehingga kesadaran masyarakat akan peristiwa itu bisa terus diwujudkan. Karena apabila melihat keadaan pemuda masa kini, seperti keprihatinan tersendiri bagi kita.
Jika dihitung dari hasil wawancara terhadap 10 orang pemuda-pemudi yang diberikan pertanyaan seputar lahirnya Hari Sumpah Pemuda, mungkin hanya beberapa orang saja yang bisa menjawabnya. Keadaan ini tentu menjadi keprihatinan bagi kita, entah ini merupakan dampak era reformasi dan globalisasi yang menyebabkan pemuda-pemudi Indonesia semakin terpengaruh dengan budaya-budaya luar, atau memang kurangnya perhatian pemerintah terhadap peristiwa-peristiwa sejarah bangsa yang seharusnya dijaga dan dijadikan sebagai pelajaran berharga yang patut dijadikan pedoman oleh semua masyarakat Indonesia. Yang jelas, masuknya budaya luar ke dalam paradigma pemuda-pemudi Indonesia, tentu tidak hanya memberikan dampak positif saja, melainkan bisa menimbulkan dampak negatif yang akhirnya membuat mereka lupa terhadap jati dirinya sebagai warga Indonesia.
Pola pemikiran, gaya berbusana, pemakaian bahasa, hingga pola perilaku masyarakat masa kini juga cenderung lebih berkiblat kepada dunia Barat. Kegiatan-kegiatan yang bernuansa kebudayaan bangsa sendiri, malah lebih banyak diabaikan begitu saja. Padahal, itu semua merupakan jati diri bangsa yang seharusnya bisa dijaga dan dipelihara. Partisispasi dari pemerintahan tentu sangat dibutuhkan dalam menciptakan karakter pemuda-pemudi bangsa ini. Karena, begitu banyak faktor yang membuat mereka lupa akan peristiwa lahirnya Bumi Pertiwi. Budaya yang sedang trend atau budaya modern rupanya lebih cepat menjalar kedalam jiwa pemuda-pemudi ketimbang budaya bangsa sendiri, sehingga mereka dengan mudah mengabaikan Nilai-Nilai Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara.
Lalu, jika sudah seperti ini, apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan makna yang sebenanrnya dari Sumpah Pemuda itu?
Makna Sumpah Pemuda bagi pemuda-pemudi Indonesia saat ini rupanya memang semakin memprihatinkan saja. Jika kita lihat, belakangan ini semakin banyak peristiwa yang berpotensi menimbulkan perpecahan, baik di kalangan pelajar, orang-orang muda, maupun masyarakat. Dan, mirisnya lagi, peristiwa itu sering terjadi secara berulang-ulang tanpa adanya langkah antisipatif dari pemerintah atau instansi terkait. Malahan, segelintir tindakan pemerintah dianggap bisa menumbuhkan sikap arogansi terhadap generasi penerus ini. Pemerintahan yang korup seperti ilmu yang siap untuk diwariskan kepada generasi penerus bangsa ini.
Banyak hal yang sebetulnya perlu dan wajib untuk menciptakan pemuda-pemudi generasi penerus bangsa yang baik, bermutu, dan berkualitas. Peran lembaga pendidikan misalnya, dipercayai penuh sebagai lembaga pembentuk karakter pelajar maupun mahasiswa. Lembaga pendidikan harusnya mampu menciptakan generasi yang bisa dihandalkan, bukan malah menjadi tempat pembentuk jiwa otoriter. Tauran sekolah misalnya, begitu sering terjadi bahkan seperti sebuah tradisi turun-temurun bagi sejumlah sekolah di Indonesia. Dalam hal ini, peran sekolah sebagai lembaga pembimbing tentu sangatlah dibutuhkan, baik dalam tindakan sosialisasi hingga pencegahan.
Contoh lain lagi misalnya perselisihan antar kelompok pemuda yang mempersoalkan masalah sepele yang berakhir dengan perselisihan. Lebih kompleks lagi misalnya, kita singgung tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang kian terbelakang dengan masuknya pengaruh budaya luar dalam pergaulan, baik di kalangan pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat. Pengawasan penuh dari para orang tua terhadap anak-anaknya juga sangat dibutuhkan. Pergaulan yang semakin bebas, dicampur dengan pengaruh-pengaruh Budaya Barat dikhawatirkan semakin memudarkan semangat nasionalisme pemuda-pemudi terhadap bangsa ini. Budaya-budaya bangsa sebagai warisan dari para pendahulu juga sebaiknya bisa diwariskan kepada generasi penerus bangsa ini melalui beragam kegiatan. Sosialisasi dan kegiatan yang lebih mengkedepankan sikap cinta tanah air seharusnya menjadi kegiatan yang wajib untuk diikuti dan dipelajari sebagai metode menciptakan semangat nasionalisme itu.
Hal lain yang turut mempengaruhi memudarnya semangat nasionalisme ialah perkembangan teknologi dan komunikasi. Perkembangan kedua hal ini juga perlu diimbangi dengan menanamkan asas manfaat yang baik dan benar dalam penggunaannya. Karena, perkembangan kedua ilmu sebagai dampak globalisasi tersebut dianggap juga sebagai salah satu penyebab pudarnya kebiasaan-kebiasaan yang berciri khas ke-Indonesiaan. Banyak hal yang sebetulnya perlu mendapatkan perhatian agar semangat nasionalisme dan patriotisme itu tertanam di benak masyarakat, jangan sampai Bahasa Indonesia yang seharusnya dijadikan sebagai identitas diri, malahan terbelakang karena pengaruh globalisasi.
Sepertinya, hanya beberapa pemuda-pemudi saja yang memang mengerti akan makna yang sebenarnya dari Sumpah Pemuda, terlebih di jaman seperti sekarang ini yang sudah digandrungi oleh pengaruh kemajuan jaman, baik teknologi maupun komunikasi. Sepertinya, sangat sedikit sekali yang mendalami makna dari Sumpah Pemuda. Malahan, pemuda-pemudi sekarang cenderung tidak bisa mengendalikan dirinya, mereka semakin terbawa oleh arus perkembangan jaman serta pergaulan yang modern.  Namun, walaupun begitu, tetap masih ada yang mengerti makna yang sebenarnya dari janji suci itu (Sumpah Pemuda), yang mereka terapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya, yang memang bangga telah berbangsa dan bertanah air Indonesia dengan berhasil meraih prestasi bahkan menciptakan hal-hal baru yang bisa bermanfaat bagi masa depan negeri ini. Malahan, kini semakin besar pula persaingan antara pemuda-pemudi Indonesia yang ingin mengharumkan nama bangsanya di mata dunia. Hal inilah yang seharusnya kita contoh sebagai pemuda-pemudi penerus bangsa ini, dan memang sudah seharusnya kita bangga dan cinta terhadap Bumi Pertiwi, bangga dengan kebudayaan Indonesia.
Kalimat yang diucapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia secara serentak pada 28 Oktober 1928 yang mengatakan bahwa pertama, “kami putera-puteri Indonesia yang mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, kami putera-puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Dan ketiga,  kami putera-puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, jangan sampai hanya peristiwa sejarah yang minim makna tanpa menjadikannya sebagai pedoman berbangsa dan bernegara. Karena, Sumpah Pemuda yang dibentuk setelah perjuangan panjang para pemuda dan mahasiswa kita dahulu itu, penuh dengan perjuangan panjang dari para pahlawan. Dengan ikrar itu, seharusnya pemuda-pemudi bangsa ini semakin semangat menjadi generasi penerus bangsa demi membangun bangsa yang lebih baik, bersatu dan saling bahu-membahu dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai persaudaraan.
Dengan banyaknya suku, bahasa, agama, dan budaya Indonesia, seharusnya sikap toleransi juga dipegang teguh demi memperkuat pertahanan dan persatuan. Tak lupa, sikap nasionalisme serta jiwa berwawasan yang luas juga harus dijadikan sebagai acuan dalam berbangsa dan bernegara.
Satu demi satu kalimat Sumpah Pemuda itu sebaiknya bisa kita hayati dengan baik lagi, untuk melupakan primordialisme tentang keragaman bangsa seperti suku, ras, agama, dan budaya. Justru dengan keragaman itu, seharusnya menjadikan kita bangga akan kekayaan bangsa kita, bukan malah saling berbenturan karena konflik kepentingan, merasa paling unggul atau merasa dirinya pemimpin. Doktrin sekelompok orang yang merasa dirinya unggul, justru harus dihilangkan dengan lebih mengkedepankan toleransi antar sesama.
Kini, 83 tahun sudah hari lahirnya Sumpah Pemuda diperingati, namun apakah makna Sumpah Pemuda akan tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya berupa seremonial belaka?
Menjelang hari peringatan Sumpah Pemuda yang ke-83 ini, pemuda-pemudi negeri ini diharapkan lebih bisa mengaplikasikan maknanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, membentuk pola pikir luas, serta diimbangi dengan tanggung jawab dan cinta tanah air. Peringatan Hari Sumpah Pemuda diharapkan mampu menghapus paradigma Budaya Barat agar menciptakan pemuda-pemudi yang bangga terhadap bangsa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentarmu di sini ^^